Masjid Keraton (Masjid Sulthoni Wonokromo)
Ada
Kolonial Belanda
Tradisional
-
-
Panjang :- Lebar : -
Panjang : 30 m Lebar: 21 m
-
Masjid Mi’roojul-Muttaqiinalloh atau lebih dikenal dengan nama Masjid Jejeran adalah salah satu masjid kagungan dalem. Masjid ini persisnya terletak di Dusun Jejeran, Kelurahan Wonokromo, Kecamatan Pleret, Bantul. Dusun Jejeran sendiri dikenal sebagai dusun santri sejak K. H. Nawawi membangun pesantren pada 1901. Sampai tahun 2014, jumlah pesantren di wilayah tersebut berkembang menjadi delapan pondok. Kedelapan pondok pesantren itu menjadi tempat belajar dari lebih kurang 1100 santri. Walau terkenal sebagai dusun santri, Dusun Jejeran hanya memiliki satu masjid, yakni Masjid Jejeran. Selebihnya, dalam bentuk mushola.
Masjid Jejeran didirikan di atas tanah Kraton Kesultanan Yogyakarta dan dibangun pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwana III di akhir abad 16. Masjid berdri di atas tanah seluas 220 meter persegi. Letaknya berada di tengah-tengah dusun, dan memiliki arsitektur khas masjid Jawa kuno. Pada mulanya, bangunan Masjid Jejeran hanya berukuran 6 x 6 meter, dan mempunyai bentuk limasan. Kemudian bangunan mengalami perluasan menjadi 8 x 8 meter, dan 10 x 6 meter. Beberapa perubahan kembali terjadi terutama pasca gempa 2006. Sehingga kini, masjid terlihat lebih seperti masjid modern. Meskipun, bangunan utama masjid masih kental dengan arsitektur khas kraton. Kini, bangunan utama masjid berukuran 12 x 12 meter, sementara ukuran serambinya adalah 18 x 18 meter. Jarak antara bangunan utama masjid, dan serambi 3,80 x 18 meter.
Pada tahun 1913 M, bangunan masjid dirombak total, kerangka bangunan dari bambu diganti dengan kayu nangka. Tembok diplester (ditembok) dengan komposisi pasir dan acian kapur dengan tumbukan bata merah. Demikian juga lantainya diganti dengan komposisi bahannya seperti komposisi bahan untuk tembok.
Pada awal berdirinya, bentuk masjid masih sangat sederhana dan apa adanya. Serambi masjid berbentuk limasan, sedang bangunan masjid berbentuk kerucut. Bentuk bangunan ini bertahan sampai tahun 1867 M. Pada tahun ini, oleh Kyai Muhammad Fakih II bentuk bangunan masjid dibongkar diganti dengan bentuk atap tumpang. Sedang bangunan serambi tetap berbentuk limasan. Di puncak atap tumpang, mustoko yang dulu hanya dari kuwali yang dibuat dari tanah liat kemudian diganti dengan bentuk bawangan yang dibuat dari kayu nangka.
Tidak hanya bentuk bangunannya yang diubah oleh Kyai Muhammad Fakih II. Kerangka yang semula bambu sebagian besar diganti dengan kayu nangka dan sebagian dengan gelugu. Tembok yang semula hanya dari gedhek (anyaman bambu) diganti dengan batu bata yang direkatkan dengan tanah liat yang diplester dengan adukan aci gamping dengan tumbukan bata dan pasir. Demikian juga lantainya dibuat dari bata yang ditata lalu diplester dengan adonan seperti membuat tembok. Oleh Kyai Muhammad Fakih II, ruangan di dalam masjid ditambah. Di sisi kiri dan kanan bangunan masjid atau sebelah utara dan selatan ruangan masjid dibuat ruangan untuk jamaah sholat bagi kaum putri yang disebut pawestren. Tempat wudhu yang semula dari padasan, kemudian dibuatkan kolam di depan serambi masjid. Air dialirkan dari sungai Belik.
Pada tahun 1958, bangunan masjid kembali dibongkar. Bentuk bangunan masjid dengan bentuk atap tumpang tetap dipertahankan, malah ditambah dengan gulu melet sebagai penyela antara atap tumpang sebelah atas dan atap tumpang sebelah bawah.
Bangunan serambi masjid diperluas. Kolam di tempat wudhu diurug (ditimbun) tanah dijadikan halaman masjid. Tempat wudhu dibuat kulah yang berada di sisi utara dan selatan serambi masjid. Pawestren tempat jamaah sholat untuk kaum putri tetap dipertahankan. Bangunan masjid diganti tembok yang disemen. Empat tiang utama di dalam masjid menjadi terlihat jelas. Tempat khotib dibuatkan rumah-rumahan semacam gazebo ukuran 2 x2 m. Di bagian serambi ada beberapa tiang dari cor beton dan di dalam serambi tiang dibuat dari balok kayu jati. Di depan serambi masjid dibuat kanopi (kuncungan). Lantai ruangan masjid maupun serambi diganti dengan tegel. Di dalam ruangan masjid, tegel dibuat warna warni dengan corak ornamen kembang-kembang. Pembangunan masjid ini atas biaya dan dana dari H. Prawiro Suwarno atau Tembong dari Kotagede.
Tahun 1976 M, mustoko dalam bentuk bawangan yang dibuat dari kayu nangka, diganti dengan mustoko dalam bentuk bawangan yang dibuat dari aluminium dengan ukuran yang lebih besar. Pada tahun 1986 M, masjid mendapat bantuan dari Presiden RI sejumlah Rp. 25.000.000,- Karena kondisi masjid sudah banyak yang rusak, utamanya kayu penyangga yang lapuk karena terkena tetesan air hujan, maka bangunan masjid atas izin tertulis dari Keraton, atau istilahnya dapat palilah dalem, bangunan masjid dibongkar dan diperluas. Bantuan ini langsung diambil kepada Zahid Husain oleh Kyai Makmun, dengan didherekke Moh. Da'in Santoso, Drs. Munawir dan Moh Wasul Baii.
Secara total, masjid dibangun dengan konstruksi beton bertulang, dengan rancangan gambar yang dibuat dan dirancang oleh insinyur bangunan, dengan tidak meninggalkan arsitektur masjid corak Jawa Yogyakarta. Hal ini juga memenuhi dhawuh dalem agar jangan meninggalkan corak kejawennya, yang tertuang dalam surat palilah dalem. Termasuk dalam pemilihan warna catnya antara komposisi hijau, kuning dan merah serta kuning emas (prodo) karena warna-warna ini mengandung nilai filosofis yang dalam. Ada catatan menarik, pada saat itu masyarakat ingin membuat menara dari konstruksi beton. Tapi rencana itu tidak terealisir karena keraton tidak mengizinkan karena corak masjid Yogyakarta tidak ada menaranya.
Pada tahun 2003 M, masjid ini mendapat bantuan pengembangan dari Dinas Pariwisata Yogyakarta. Kemudian dbangun gedung pertemuan yang terletak di utara serambi masjid. Kulah dibikin simetris antara kulah di sebelah utara serambi masjid dan di sebelah selatan serambi masjid. Ada penambahan bangunan kanopi (kuncungan) dan dihidupkannya kolam di depan di sisi kiri dan kanan serambi masjid. Juga penyempurnaan dapur untuk memasak air pada saat dilaksanakan hari-hari besar Islam di masjid taqwa
-
-
-
Ditetapkan
-
SK Kadis. No. 188/ 38.A
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Masyarakat
Takmir Masjid
Bantul
Pleret
Wonokromo
-
-
-
Dusun Wonokromo I Jalan -
Bantul
Pleret
Wonokromo
Jalan Wonokromo I Jalan -
-
-
-
-
Sedang
Arsitektur bangunan induk masjid Taqwa berbentuk kerucut (lancip) dengan mustaka dari kuwali yang terbuat dari tanah liat. Sedang bangunan serambi berbentuk limasan dengan satu pintu di depan. Semua bahan bangunannya dari bambu, atapnya terbuat dari welit, dan dindingnya dari gedhek. Begitu gambaran bentuk masjid ini di masa lampau.
Tempat wudhu terbuat dari padasan, yang ditempatkan di halaman masjid di sebelah utara dan selatan. Ada dua sumur dan ada dua pohon randu untuk tempat senggot menimba air. Bentuk bangunan serta bahan bangunan tak pernah berubah dalam kurun waktu yang sangat lama, sampai pada tahun 1867 M pada periode Kyai Muhammad Fakih II, baik atap bangunan maupun tembok ada sedikit perubahan. Atap bangunan diganti genteng dari tanah liat, tembok disusun dari batu bata yang direkatkan dengan tanah liat, lantai dibuat dari komposisi aci dari gamping dan tumbukan bata merah dan pasir.
Sedang
-
Sedang
-
Tidak ada gambar.
Tidak ada video.
-
Tahun Data | : | 2019 |
Terakhir Update | : | 04 Juli 2019 - 05:10:03 |