Watu Gilang dan Watu Gatheng Kraton Mataram
Geologi (Batuan Alam)(Bukan Batuan Alam)
Ada
-
-
-
Belum Ditetapkan
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Bantul
Banguntapan
Jagalan
-
-
-
Dusun Kotagedhe Jalan
Bantul
Banguntapan
Jagalan
-
Dusun Kotagedhe Jalan
Kraton Kasunanan Surakarta dan Kraton Kasultanan Yogyakarta
-
-
Sedang
-
Sejarah : Berdasarkan tradisi tutur yang hidup dalam masyarakat, watu gilang dipercaya sebagai tahta raja - raja Mataram. Informasi yang dapat menjelaskan tentang benda itu adalah tulisan yang terdapat di atas Watu Gilang. Pada bagian atas batu itu terdapat prasasti yang berisi tulisan prasasti dan angka kalimat dengan menggunakan berbagai bahasa, yakni bahasa latin, bahasa Perancis, bahasa Belanda, dan Italia. Adapun kalimat dalam tulisan huruf Latin bentuk kapital berbunyi “ ita movetur mundus “, dalam bahasa Perancis “ ainsi va le monde “ , bahasa Belanda “ zoo gaat de wereld “ , sedangkan dalam bahasa Italia “ cosi van il mondo “ . Keempat kalimat yang ditulis melingkar itu memiliki arti yang sama yakni; “demikianlah hakekatnya berputarnya dunia“. Selain tulisan itu di dalam lingkaran terdapat tulisan berupa kalimat berbahasa Latin yang berbunyi “ ad aeternam memoriam sortis infelicis“, artinya adalah “untuk memperingati selamanya nasib yang kurang baik “. Sementara itu diluar lingkaran terdapat prasasti latin berbunyi “ in fortuna consurtes digni valete, quid stupeartisainsi, videte ignari et ridete, contemite vos constentu vere digni “artinya“ “ selamat jalan kawan – kawanku. Mengapa kamu sekalian menjadi bingung dan tercengang. Lihatlah wahai orang yang bodoh, dan tertawalah mengumpatlah, kamu yang pantas dicaci maki“. Prasasti selanjutnya adalah tulisan angka dalam huruf Latin CICICCLIX IX, jika dibaca artinya adalah tahun 1669 M. Di dekat tulisan itu terdapat tulisan VID, LEG, INR, CUR merupakan singkatan dari videte, legete, invenite, currite yang artinya adalah “ lihatlah, bacalah, rasakanlah, kitarilah (batu) “. Berkenaan dengan tulisan itu De Graff memperkirakan bahwa prasasti pada Watu Gilang tersebut dibuat oleh tawanan berbangsa Belanda di Kota Mataram. Dugaan itu cocok dengan angka tahun 1669 M yang tertera pada Watu Gilang. Permasalahan muncul karena De Graff tidak mengungkap keterangan secara jelas tahun 1669 M terkait dengan suatu peristiwa (Inayati Cs ,2005 : 100 – 101).
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tidak ada gambar.
Tidak ada video.
Deskripsi Bangunan :Menurut informasi penduduk setempat bangunan tempat menyimpan Watu Gilang dan Batu Cantheng dahulu memiliki bentuk yang sangat sederhana Pada saat Sultan Hamengku Buwana VIII membangun Kompleks Pasarean Hastanarengga pada tahun 1934 M, beliau berkenan membangun cungkup agar benda - benda tersebut terjaga keselamatannya. Jika pada awal bangunannya cungkup itu merupakan bangunan terbuka tanpa dinding kemudian diganti bangunan model kampung dengan ukuran 6,60 x 3,75 meter. Dinding bangunan terbuat dari bata diperkuat dengan lepa sebagai penutupnya. Material plester terdiri atas campuran semen, pasir, dan kapur. Selain Watu Gilang dan Watu Gatheng di dalam bangunan itu terdapat “tempayan batu“. Kegunaan ketiga benda itu secara fungsional tidak diketahui secara pasti. Menurut cerita yang berkembang di kalangan masyarakat Kotagede, Batu Gilang dipercaya merupakan tempat Panembahan Senopati membenturkan kepala musuh sekaligus sebagai menatunya yang bernama Ki Ageng Mangir hingga menemui ajalnya. Pada salah satu sudut batu terdapat lekukan dan pecah, bagian yang rusak itu dipercaya masyarakat bekas peristiwa tersebut. Secara fisik Watu Gilang berbentuk empat persegi panjang berukuran 140 x 119 x 12, 5 Cm terbuat dari batu andesid, sedangkan tempayan juga dibuat dari batu andesit berbentuk segi empat. Sementara itu tiga buah Watu Cantheng merupakan batu masif berbentuk bulat menyerupai bola. Batu Cantheng memiliki warna kekuning – kuningan,diletakkan di atas tempayan batu
Tahun Data | : | 2019 |
Terakhir Update | : | 30 Oktober 2013 - 11:11:01 |