Jenis Permainan Rakyat / Tradisional

Jethungan


General

Jethungan

-

Tembok, pohon, ataupun tiang

dimainkan beramai-ramai, diawali dengan salah satu menutup mata di tiang atau pohon sementara yang lain bersembunyi. tugas satu orang yang jaga adalah untuk menemukan teman-teman lain yang bersembunyi

Penetapan WBTB
Kabupaten

-

-

-

Provinsi

-

-

-

Nasional

-

-

-

Internasional

-

-

-

Gambar/ Video
GAMBAR

Tidak ada gambar.


VIDEO

Tidak ada video.

Keterangan Tambahan

No. Registrasi : 20102010000203
Nama Karya Budaya : Jethungan
Provinsi : DI Yogyakarta
Domain : Tradisi dan Ekspresi Lisan
Kategori : Permainan Tradisional

 

Keceriaan anak-anak kampung dulu juga sering terlihat dari permainan jethungan. Ada banyak tempat di Jawa yang mengenal jenis dolanan anak tradisional masyarakat Jawa ini, walaupun dengan nama yang agak berbeda, seperti jethungan, jelungan, dhelikan, atau umpetan. Namun prinsip permainan sama, yaitu pemain pemenang bersembunyi, sementara pemain kalah atau ?dadi? berusaha mencari pemain lain tanpa harus meninggalkan terlalu jauh pangkalan sebagai tempat bermain. Istilah jethungan juga telah terekam di Baoesastra (Kamus) Djawa karangan W.J.S. Porwadarminto terbit tahun 1939. Pada halaman 84, kamus tersebut menyebut bahwa jethungan adalah jenis dolanan anak. Di kamus itu pula, disebutkan bahwa nama lain jethungan adalah jelungan dan jembelungan. Dari istilah di kamus ini menunjukkan bahwa jenis permainan tradisional ini sudah dikenal sebelum tahun 1939 oleh anak-anak masyarakat Jawa. Seperti umumnya permainan tradisional yang dikenal oleh anak-anak di lingkungan Jawa, dolanan jethungan juga tidak membutuhkan biaya dan perlengkapan yang mahal. Dolanan ini dapat dimainkan oleh anak-anak tanpa harus mengeluarkan biaya, karena hanya membutuhkan tempat yang cukup luas. Dulu, dolanan ini biasa dimainkan di halaman rumah, di dalam rumah, di jalan-jalan kampung, di lapangan, maupun di perkampungan. Anak-anak yang senang bermain jethungan berumur 6?14 tahun. Namun ada kalanya anak-anak yang lebih besar ikut bermain. Permainan dilakukan secara berkelompok, artinya lebih ideal dimainkan antara 4?10 anak. Jethungan sering dimainkan saat-saat waktu senggang, seperti sore hari atau malam hari.. Anak-anak yang hendak memainkan dolanan jethungan biasanya setelah berkumpul, menyepakati beberapa peraturan sederhana, misalnya, pembatasan wilayah permainan, tidak diperkenankan masuk rumah (jika bermain di luar rumah), harus melihat sungguh-sungguh yang ditunjuk (dithor, disekit) bukan asal spekulasi, waktu menutup mata tidak boleh melirik, tidak boleh terus-menerus menunggu pangkalan (tunggu brok), dan sebagainya. Jika mereka sudah membuat peraturan sederhana, mereka memilih sebuah pangkalan untuk dijadikan pusat permainan, misalnya pohon, sudut tembok, gardu ronda, tembok gapura, sudut pagar, tiang rumah, atau lainnya. Pangkalan sebisa mungkin mudah dijangkau oleh semua pemain. Semua anak yang akan bermain, misalnya berjumlah tujuh anak (A,B,C,D,E,F, dan G), harus melakukan hompimpah terlebih dahulu untuk menentukan kalah menang. Saat telah terdapat satu pemain yang ?dadi?, maka anak-anak yang menang ?sut? segera bersembunyi ke tempat-tempat yang tidak mudah terlihat oleh anak yang ?dadi?. Pemain ?dadi? memberi kesempatan ke anak-anak yang akan bersembunyi, biasanya memakai hitungan 1-10 dan jika semua pemain menang telah bersembunyi, lalu mereka meneriakkan kata ?wis?, ?ndhuuuk? atau diam saja. Dengan kode seperti itu, berarti pemain ?dadi? siap untuk mencarinya. Ia harus mencari anak-anak yang bersembunyi satu-persatu. Jika telah menemukan satu anak, misalkan bernama B, maka ia segera menyebut namanya (?sekit? B) lalu berlomba berlari kembali ke pangkalan dengan anak yang ditebak atau istilah lainnya telah ?disekit?. Jika B tadi kalah cepat tiba di pangkalan berarti ia yang ?dadi?. Sementara pemain yang kalah menjadi anak yang menang, berarti ikut bersembunyi. Namun sebaliknya jika yang ?disekit B? larinya lebih cepat daripada pemain yang ?dadi? dan lebih duluan memegang pohon yang menjadi pangkalan, maka pemain B lolos terhindar menjadi pemain ?dadi?. Kemudian pemain kalah, misalkan G, harus kembali mencari pemain-pemain lain yang masih bersembunyi. Kebetulan jika pemain C misalnya lolos lagi dari tebakan dan segera memegang pohon sambil meneriakkan ?jethung?, maka pemain C pun lolos dari ?dadi?. Demikian seterusnya hingga ada pemain yang ditebak atau ?disekit? dan ia kalah cepat memegang pangkalan daripada pemain ?dadi?. Jika pemain yang ?dadi? terlalu penakut, biasanya ia lebih banyak tunggu pangkalan atau disebut tunggu ?brok?. Jika ini terjadi, maka pemain yang bersembunyi akan selalu mengejek dengan kata-kata ?sing dadi tunggu brok, sing dadi tunggu brok? begitu seterusnya. Maka pemain kalah akan merasa risih dan muncul keberanian untuk mencari asal suara-suara ejekan tadi. Ia akan berani mulai mencari walaupun dengan risiko jika larinya kalah cepat, maka ia akan sering ?dadi?. Bagi anak yang sering ?dadi? biasa sering disebut ?dikungkung?. Jika ia tidak tahan bisa menangis. Tetapi kadang pula ia tetap bandel dan cuek dikatakan ?tunggu brok? jika memang tidak punya keberanian mencari jauh-jauh pemain yang bersembunyi. Jika sudah menghadapi anak yang ?tunggu brok? biasanya pemain yang bersembunyi akan membalasnya dengan bersembunyi semakin jauh dari pangkalan, bisa jadi ditinggal masuk rumah, mencari buah, tiduran, dan sebagainya. Ada dua versi permainan jethungan untuk menentukan pemain ?dadi? berikutnya. Versi pertama, seperti yang dijelaskan di atas, yakni setiap kali pemain yang ?disekit? duluan kalah lari memegang pangkalan, ia dianggap yang ?dadi? pada tahap berikutnya. Tetapi versi lain anak yang akan ?dadi? baru ditentukan ?dadi? apabila semua pemain yang ikut bermain sudah ditebak semuanya, baik yang bisa menangkap pangkalan duluan atau yang kalah cepat datang ke pangkalan. Setelah semua pemain berkumpul, maka pemain ?dadi? berada di paling depan dekat pohon pangkalan. Sementara itu semua pemain A,B,C,D,E, dan F berjajar di belakangnya sambil berdiri acak. Misalkan dengan urutan F,D,E,C,A, dan B. Sambil menutup mata, pemain ?dadi? harus menebak salah satu pemain yang berjajar di belakangnya dengan menyebut angka urutan. Misalkan pemain ?dadi? menyebut angka 3, maka pemain yang berjajar di urutan ketiga, yaitu pemain E, menjadi pemain yang ?dadi? berikutnya. Sebab ia saat berlomba menangkap pangkalan kalah duluan dengan pemain G. Namun jika pemain G saat menebak anak yang berjajar menebak urutan ke-6, sementara yang menduduki urutan ke-6 adalah pemain B, maka terpaksa pemain G ?dadi? lagi, karena pemain B termasuk salah satu pemain yang lolos saat beradu kecepatan menangkap pangkalan. Begitulah permainan jethungan berlangsung dari tahap awal ke tahap awal berikutnya. Permainan jethungan memang membutuhkan kecepatan, ketepatan, dan keberanian bermain. Kecepatan dibutuhkan saat berlomba berlari dengan pemain lawan, ketepatan diperlukan saat menebak pemain lawan harus tepat tidak boleh keliru, dan keberanian diperlukan jika terpaksa harus ?dikungkung? dan tidak boleh tunggu ?brok?. Jika dimainkan pada malam hari, anak-anak harus berani menembus gelapnya malam agar tidak mudah ditebak oleh pemain ?dadi?.

Tahun Data : 2019
Terakhir Update : 16 Desember 2019 - 00:55:55