Jenis Permainan Rakyat / Tradisional

Cacah Bencah


General

Cacah Bencah

-

-

-

Penetapan WBTB
Kabupaten

-

-

-

Provinsi

-

-

-

Nasional

-

-

-

Internasional

-

-

-

Gambar/ Video
GAMBAR

Tidak ada gambar.


VIDEO

Tidak ada video.

Keterangan Tambahan

No. Registrasi : 20102010000103
Nama Karya Budaya : Cacah Bencah
Provinsi : DI Yogyakarta
Domain : Tradisi dan Ekspresi Lisan
Kategori : Permainan Tradisional

 

Ada banyak permainan tradisional anak di masyarakat Jawa yang dimainkan tanpa bantuan alat permainan, salah satunya adalah Cacah Bencah. Permainan ini hanya membutuhkan tempat yang cukup luas dan setidaknya ada sebuah pohon tempat berpegangan. Seperti pada permainan tradisional yang lain, tidak diketahui dengan pasti kapan permainan ini muncul. Begitu pula asal-muasalnya juga tidak jelas. Namun begitu biasanya penyebarannya cukup merata, walaupun kadang dengan nama yang agak berbeda. Di daerah DI. Yogyakarta sendiri permainan ini disebut Cacah Bencah. Dolanan Cacah Bencah dalam bermainnya memang diiringi sebuah lagu yang diawali dengan syair ?cacah bencah?. Kiranya nama permainan Cacah Bencah berawal dari sebuah lagu yang mengiringinya tersebut atau mungkin sebaliknya, dari nama permainan itu kemudian muncul ide lagu untuk mengiringinya. Yang jelas, permainan ini diiringi sebuah lagu yang diawali dengan sebuah syair ?cacah bencah?. Selain itu dalam permainan ini, memang ada unsur gerak-gerik mencacah (istilah Jawa) yaitu mengiris atau memotong dengan tidak beraturan yang dilakukan oleh si embok (yang dituakan dalam permainan). Cacah dalam bahasa Jawa juga berarti hitung, sedangkan nyacah berarti menghitung. Sementara, kata Bencah dalam bahasa Jawa berarti merekah atau robek (untuk luka). Cacah bencah Si embok lungu dagang Dagang serut abang Di penthing ula ijo - ijo - ijo Emas tak cindhe arus Dhasar buntung Permainan sederhana ini lebih sering dimainkan oleh anak-anak perempuan daripada anak laki-laki, karena memang tidak banyak membutuhkan kekuatan fisik. Namun begitu kadang-kadang anak laki-laki ikut nimbrung permainan ini. Selain itu, dolanan ini juga lebih sering dilakukan oleh anak-anak berumur antara 7?14 tahun. Sebelum permainan dimulai, tentu ada aturan tidak tertulis yang harus dipahami oleh semua pemain. Aturan-aturan tidak tertulis itu di antaranya adalah: 1) Harus ada seseorang yang menjadi si embok ?ibu?. Tugasnya memimpin jalannya permainan. Sebisa mungkin yang ditunjuk sebagai pemimpin adalah yang tertua, dewasa, sabar, atau yang jujur (tidak pilih kasih), 2) Apabila ada pemain yang kedua kakinya sudah tertekuk, segera meninggalkan barisan, kemudian pindah ke pohon yang sudah ditentukan, 3) Pemain yang pertama kali kedua kakinya tertekuk segera mengambil posisi memeluk pohon sambil jongkok, kemudian disusul pemain lainnya, 4) Pemain yang kedua kakinya terlipat paling akhir dinyatakan sebagai pemain ?dadi? atau ?kalah?. Tugas pemain kalah adalah menarik pemain yang saling memeluk pinggang. Apabila sudah ada beberapa anak yang siap hendak bermain dolanan ?cacah bencah? misalkan 10 anak (A,B,C,D,E,F,G,H,I, dan J), maka semua anak tersebut segera mencari suatu tempat bermain. Jika sudah menemukan tempat yang nyaman untuk bermain, maka satu anak di antaranya, yakni anak berinisial A sebagai anak terbesar untuk mau dijadikan sebagai ?embok? yang berfungsi sebagai penghitung. Identik dengan wasit, jadi tidak ikut main. Setelah itu kesembilan anak lainnya (B,C,D,E,F,G,H,I, dan J) segera duduk berjajar dengan kedua kaki diselonjorkan. Urutan duduk bebas. Maksudnya tidak harus lewat hompipah untuk menentukan urutan-urutannya. Setelah semua anak yang duduk dengan kaki selonjor telah siap, maka segera pemain yang menjadi ?induk/embok? segera menyanyikan lagu ?cacah bencah? yang syairnya sebagai berikut: //Cacah bencah/ simbok lunga dagang/ dagange serut abang/ dipenthung ula ijo jo jo jo/ emas tak cindhe arum/ dhasar buntung//. Saat menyanyikan lagu itu, setiap suku kata yang dinyanyikam, dia sambil menghitung atau mencacah kaki pemain yang diselonjorkan dengan tangannya. Selesai sampai pada suku kata terakhir, yakni ?tung?, maka kaki yang ditunjuk bersamaan dengan berakhirnya lagu itu segera ditekuk. Lalu si embok segera menyanyikan lagu itu berulang kali hingga ada anak yang kedua kakinya telah ditekuk. Jika ada anak yang kedua kakinya sudah ditekuk, misalkan pemain C, maka ia harus segera pindah ke tempat lain yang sudah ditentukan ada sebuah pohon atau tiang. Ia segera duduk atau berjongkok sambil memeluk pohon atau tiang tersebut. Kemudian ia disusul oleh pemain lain yang sudah ?mentas? dengan bergabung di belakangnya. Terakhir diketahui misalnya posisi berjajarnya para pemain mentas adalah mulai dari C, G, I, D, J, E, H, dan B. Terakhir hanya tinggal ada satu pemain yang kakinya belum tertekuk semua, misalkan pemain F. Dialah pemain yang dianggap kalah. Pemain kalah bertugas untuk melepaskan para pemain yang saling berpegangan pinggang yang sudah berjajar dari depan (pemain yang berpegangan batang pohon atau tiang) hingga paling belakang. Sebelumnya terjadi dialog antara pemain dadi (pemain F) dengan pemain paling depan (memeluk pohon atau tiang), yakni pemain C. Dialognya sebagai berikut: Pemain F: Kresek-kresek(menirukanbunyi). Pemain C: Sinten niku? Ajeng napa? (Siapa itu? Mau apa?). Pemain F: Nyuwun uwi. (Mau minta ubi). Pemain C : Uwine saweg tumbas (Ubinya baru dibeli). Demikian percakapan keduanya terus diulang-ulang dari awal hingga jawaban terakhir pemain C itu berbeda, misalkan: ?Uwine lagi ditandur? (Ubinya sedang ditanam) atau ?Uwine saweg ngembang? (Ubinya sedang berbunga). Jawaban pemain C dilanjutkan dengan jawaban ?Nggih mang mbedhol? (Ya sudah silakan mencabut sendiri). Setelah mendapatkan izin, maka pemain F (sebagai pemain dadi) segera menuju ke belakang dan menarik pemain paling belakang, misalkan dengan menarik baju, bagian perut, bahu, atau tangannya. Saat hendak ditarik, semua pemain mentas harus segera mengencangkan rangkulannya. Demikian pula pemain F sebagai pemain dadi juga harus menarik sekuat tenaga agar para pemain yang mentas terlepas. Saat itulah terjadi dua kekuatan yang bertolak belakang, yang satu berusaha untuk jangan sampai terlepas, sementara kekuatan lain ingin melepaskan. Tidak heran jika saat itulah para pemain (yang kalah dan menang) saling menjerit merasa geli, senang, bercampur tegang. Jika pemain mentas lebih kuat berpegangannya, maka pemain F gagal melepaskannya. Maka pemain F harus memulihkan dulu kekuatannya sambil berjalan-jalan dan mencari kelengahan lawan. Setelah itu dimulai lagi hingga ada pemain mentas yang lepas rangkulannya. Jika misalkan rangkulan pemain H lepas, maka pemain H dan B sudah menjadi milik pemain F, berarti kalah. Lalu pemain F berusaha kembali melepaskan pelukan pemain lain yang belum terlepaskan. Begitu seterusnya hingga semua pemain terlepas dari pelukan pohon. Ada kalanya pemain lain yang sudah menjadi teman pemain F ikut membantu pemain yang belum terlepas dari pohon. Begitu seterusnya dilakukan berulang-ulang hingga semuanya merasa puas, senang dan capek. Jika dolanan ini dianggap cukup maka permainan bisa dihentikan.

Tahun Data : 2019
Terakhir Update : 19 Februari 2018 - 08:56:52