Adi Sucipto
Kulonprogo
08 Januari 1939
Seni Pedalangan
Hidup
-
Kulonprogo
Sentolo
Sukoreno
Otodidak sejak 1949
Dalang
Tingkat Kabupaten
-
Ayah : Dalang Amad Samedi; Anak : Suranto dan Nuryanto
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tidak ada gambar.
Tidak ada video.
Adi Sucipto lahir di Kulon Progo, 8 Januari 1939, dikenal sebagai dalang wayang kulit. Dalang yang menempuh studi secara otodidak. Ia lebih banyak terpengaruh dari keluarganya. Khususnya dari ayahnya sendiri. Ayahnya, Amad Samedi, mengharapkan dirinya mampu menjaga kelestarian budaya dalang. Sekaligus juga menjadikan sebagai sumber pekerjaan. Waktu itu, jalan hidup sebagai dalang termasuk cukup dihormati, prestisius, dan mendapat tempat di hati masyarakat. Adi Sucipto bahkan juga melibatkan anak dan istrinya dalam kegiatan mendalang. Istrinya sendiri juga dikenal sebagai waranggana yang cukup baik. Sebagai pendalang ia konsisten menjaga kepercayaan masyarakat. Adi Sucipto hanya menempuh pendidikan di sekolah rakyat. Lalu menekuni dunia dalang dengan mengacu pada Ki Widodo Prayitno, seorang dalang yang diidolakannya pada masa ia tumbuh sebagai dalang. Untuk menguji kemampuan dan kefasihan sebagai dalang ia pun pernah mengikuti berbagai lomba yang terkait dengan dunia pedalangan. Beragam prestasi diraihnya membuktikan kemampuannya di dunia pedalangan. Ia dikenal tidak hanya di Kulon Progo namun juga sampai level antarprovinsi. Sebegitu setianya pada dunia pedalangan, kedua anaknya yakni Suranto dan Nuryanto juga mengikuti jalan hidup sebagai dalang. Sebagai dalang ia eksis di tahun 1950-1960-an. Banyak pihak menunggunya tampil pada momen tertentu. Waktu itu, pertunjukan wayang bisa dipenuhi masyarakat. Pertunjukan di alun-alun, misalnya, bisa mengumpulkan masyarakat dari berbagai desa. Nilai-nilai kearifan lokal tentang kepahlawanan, kesetiaan, gotong royong, dan nilai positif lainnya, tertanam dengan baik di hati masyarakat. Wayanglah hiburan satu-satunya yang bernilai komunikatif, cerminan beragam nilai yang bisa menjadi acuan hidup masyarakat, dalam keharmonisan dan ketenteraman. Tak salah, pilihannya menjauhi dunia pendidikan formal dan menekuni wayang mampu menjadi jalan hidup yang bermartabat. Pedalang jebolan Sekolah Rakyat ini mampu menjawab tantangan zaman pada masanya hidup. Bahkan mampu menundukkan zaman dengan kemampuan darah seninya yang merasuk hingga akhir hayat. Iman sebagai dalang yang ditekuninya layak menjadi teladan di era kini.
| Tahun Data | : | 2019 |
| Terakhir Update | : | 13 Desember 2019 - 17:08:18 |