Cerita Rakyat / Tradisi Lisan

ASAL MULA KANJENG KYAHI PLERED


General

ASAL MULA KANJENG KYAHI PLERED

-

-

Penetapan WBTB
Kabupaten

-

-

-

Provinsi

-

-

-

Nasional

-

-

-

Internasional

-

-

-

Daerah Asal Cerita

Bantul

-

(tidak diinput)

-

Dusun Jalan

Daerah Asal Cerita

Tumenggung Wilatikta

Raden Sahid / Kanjeng Sunan Kalijaga

Rasa Wulan

Syekh Maulana Mahgribi

 

 

Dahulu kala terdapatlah seorang tumenggung, yang bernama Tumenggung Wilatikta. Beliau mempunyai dua orang anak. Raden Sahid, putra sulung yang gagah lagi tampan. Dan Ras Wulan, putrinya yang berparas cantik jelita.

Setelah kedua anaknya mulai tahu dan menginjak dewasa, Tumenggung Wilatikta pun memanggil mereka berdua dan berkatalah Tumenggung kepada putranya Raden Sahid.

"Sahid, kini ayah sudah tua dan kau sudah mulai dewasa. Karna itulah, kaulah yang harus menggantikan kedudukan ayahmu sebagai Tumenggung. Jikalau ayah nanti sudah tak mampu melaksanakannya".

Dengan cermat Raden Sahid mendengarkan kata-kata ayahnya dan duduk bersila dihadapan ayahnya. Tundukan kepalanya menandakan rasa hormat. Tumenggung Wilatikta pun berkata lagi.

"Ayah dan Ibumu mengharapkan kau segera beristri, Sahid. Menikahlah sebelum kau menjadi Tumenggung dan menggantikan ayahmu anakku. Gadis mana yang menurutmu cocok. Nanti ayahmu yang akan melamarkan untukmu".

Merenunglah Raden Sahid setelah mendengarkan kata-kata dari ayahnya itu. Raden Sahid bimbang atas apa yang ditawarkan ayahnya. Didalam hatinya secara terang-terangan dia menolak suruhan ayahnya, akan tetapi Raden Sahid tak mau menyakiti hati Ayah dan Ibunya itu.

"Mengapa tak ada sepata katapun yang kau ucapkan , Sahid?" kata Tumenggung Wilatikta. "Apakah kau menolak suruhanku?".

"Ampun ayahanda" kata Raden Sahid dengan hormat. "Saya sama sekali tak menolak suruhan ayahanda".

"Akan tetapi, mengapa kau hanya diam saja anakku?" kata Tumenggung Wilatikta. "Dan mengapa kau tidak segera menjawabnya?".

"Ampun, ayahanda" Raden Sahid seru kembali. "Soal beistri, hamba tak dapat melaksanakannya dengan segera".

"Jadi kau menolak perintah suruhan ayahmu!" Tumenggung Wilatikta membentak.

"Bukan maksud begitu, ayahanda" kata Raden Sahid dengan rasa hormatnya. "Hingga sampai saat ini hamba masih dalam taraf menimbang-nimbang, gadis mana yang cocok untuk menjadi menantu ayahanda".

"Baiklah kalau memang begitu" kata Tumenggung Wilatikta. "Hati-hatilah kau memilih calon jodohmu, dan pertimbangkan masak-masak".

Selesai itu  Raden Sahid diperkenankan mundur dari hadapan sang Tumenggung. Dan kepada anak perempuannya, Ras Wulan, Tumenggung Wilatikta juga memberitahukan supaya mempersiapkan diri untuk menerima lamaran calon suaminya. Ras Wulanpun menyanggupi suruhan ayahanda, dan meminta mengundurkan diri dari hadapan ayahanda.

Pada malam harinya kegelisahan Raden Sahidpun menyelimuti. Kesedihan hatinya, akan suruhan ayahnya untuk segera meminang, sedangkan Raden Sahid belum ada niatan untuk beristri.

"Aku harus pergi dari sini, untuk menghindari dari paksaan ayah". Pikir Raden Sahid. Dan setibanya larut malam, ketika orang seisi ketumenggungan sedang terlelap Raden Sahid bertekad untuk kabur dan pergi menjauh dari tempat tinggal ayahnya.

Ketika pagi harinya, Rasa Wulan barulah mengetahui Raden Sahid kakanya tak ada di kamarnya. Rasa Wulanpun tahu apa sebab Raden Sahid pergi dari rumah, bukan lain karna menghindar dari paksaan suruhan ayahnya untuk beristri. Karena sudah berbagai tempat RasaWulan mencari akan tetap tidak menemuinya. Dengan perasaan harap cemas dan khawatir Rasa Wulan yakin Raden Sahid sengaja minggat.

Dalam hatinya Ras Wulan pun bertanya dan mempunyai rasa yang sama dengan kakanya Raden Sahid. "Mengapa dia tidak mengajakku? Aku disini juga ingin terhindar dari paksaan ayah untuk cepat-cepat segera bersuami dan bermaksud untuk pergi".

Tanpa tahu tujuan kemana kakaknya Raden Sahid pergi, Ras Wulanpun berniatan menyusul dan mempersiapkan barang-barang yang diperlukan saat perjalanan nanti.

Barulah pada malam harinya ketumenggungan mengetahui akan kepergian Raden Sahid dan Ras Wulan. Terkejutlah Tumenggung Wilatikta setelah tahu dan mendengar kabar kedua anaknya mengetahui akan berita itu. Berbagai usaha Tumenggung Wilatikta untuk dapat menemukan kedua anaknya pun tidak berhasil. Berangsur lama berminggu berbulan dan bertahun-tahun Tumenggung Wilatikta melakukan pelacakan akan kedua anaknya dan menyebar hamba-hambanya ke berbagai tempat namun tetap saja tidak membuahkan hasil yang diinginkan.

Setelah bertahun-tahun mengembara, serta Raden Sahid mengalami pahit getirnya penderitaan dan mengalami berbagai cobaan. Raden Sahid kemudian dikenal dengan nama Kanjeng Sunan Kalijaga salah seorang wali yang terkenal masyur.

Ketidak keberhasilannya menemukan kakaknya selama bertahun-tahun didalam pengembaraanya akan menyusul Raden Sahid, Rasa Wulan lalu bertapa di tengah Hutan Glagahwangi. Di Hutan Glagahwangi itu Ras Wulan "tapa ngidang".

Di dalam hutan terdapatlah sebuah danau yang bernama Sendang Beji. Tepat di tepi danau tumbuhlah pohon besar dan rindang serta condong menaungi permukaaan danau. Dan pada salah satu cabang pohon ada yang menjorok ke atas permukaan danau Sendang Beji terdapatlah seorang pertapa. Orang itu bernama Syekh Maulana Mahgribi yang sedang "tapa ngalong".

Pada siang hari yang cerah, datanglah Ras Wulan ke Sendang Beji. Dengan bermaksud mandi untuk menghindari dari kegerahan teriknya matahari.

Secara perlahan Ras Wulanpun menghampiri Sendang Beji. Dengan tanpa malu-malu Ras Wulan membuka seluruh pakaian yang ia pakai. Kesejukan dan Kesegaran air di danau itu membuat nyaman pada tubuhnya. Tanpa sepengetahuan Rasa Wulan yang sedang membasahi tubuhnya karena kesegaran air danau yang jernih segar. Melihat paras cantik dan keelokan tubuh Rasa Wulan. Dan pada saat itu juga Syekh Maulana Mahgribi yang sedang bertapa manyaksikan Rasa Wulan yang sedang mandi dengan penuh pesona. Meneteslah air mani Syekh Maulana Mahgribi dan jatuh tepat di tempat Rasa Wulan mandi tanpa terbalut sehelai benangpun.

Karena peristiwa itu, maka hamillah Rasa Wulan. Rasa Wulan tahu, bahwa orang laki-laki yang bergantungan pada cabang pohon di atasnya itulah yang menyebabkan kehamillannya. Untuk menghindarkan diri dari tuduhan itu, maka Syekh Maulana Mahgribi lalu mencabut kemaluannya dari sela-sela pangkal pahanya. Sambil menyingkapkan sarungnya dan menunjukkan kepada Rasa Wulan bahwa dia tidak punya alat kelamin. Dengan menunjukkan pangkal pahanya, Syekh Maulana Mahgribi mengatakan bahwa ia bukan laki-laki sehingga tidak mungkin menghamili Rasa Wulan. Namun demikian, Rasa Wulan tetap menuntut agar Syekh Maulana Mahgribi bertanggung jawab untuk mengasuh dan membesarkan bayi yang kelak akan lahir. Syekh Maulana Mahgribi tidak lagi dapat mengelak. Kelak seteIah anak yang dikandung oleh Rasa Wulan itu lahir, lalu diserahkan kepada Syekh Maulana Mahgribi. Suatu keajaiban terjadi, kemaluan Syekh Maulana Mahgribi yang dicabut itu lalu berubah wujud menjadi sebilah mata tombak. Kandungan Rasa Wulan, yang setelah lahir diserahkan kepada Syekh Maulana Mahgribi, bayi laki-laki, dinamakan Kidang Telangkas. Keturunan Kidang Terangkas itu kelak secara turun-temurun, menjadi raja menguasai Tanah Jawa. Tombak yang terjadi dari kemaluan Syekh Maulana Mahgribi itu selanjutnya menjadi “sipat kandel” raja-raja Jawa. Tombak itu dinamakan Kanjeng Kyai Plered, wujudnya tombak pendek. Tombak Kanjeng Kyai Plered itu merupakan senjata andalan, dan merupakan simpul bagi raja-raja Jawa.

 

Gambar/ Video
GAMBAR

Tidak ada gambar.


VIDEO

Tidak ada video.

Keterangan Tambahan

-

Tahun Data : 2019
Terakhir Update : 16 Mei 2018 - 12:45:20