Cerita Rakyat / Tradisi Lisan

Nyai Andan Sari dan Kyai Guru Soka


General

Nyai Andan Sari dan Kyai Guru Soka

-

-

Penetapan WBTB
Kabupaten

-

-

-

Provinsi

-

-

-

Nasional

-

-

-

Internasional

-

-

-

Daerah Asal Cerita

Gunungkidul

Playen

Gading

-

Dusun Jalan

Daerah Asal Cerita

Kyai Goa Soka, Nyai Goa Soka, Guru Soka, Andan Sari.

Pada zaman dahulu di Desa Jepitu daerah Tepus, Gunungkidul tinggallah sebuah keluarga yang sangat miskin. Keluarga ini terdiri dari Kyai dan Nyai Goa Soka serta anak laki-laki bernama Guru soka dan anak perempuan bernama Andan Sari. Kemiskinan yang dialami oleh keluarga ini, terjadi setelah keduanya menikah dan tambah parah setelah kedua anaknya lahir. Lama-kelamaan, karena sudah tidak tahan menderita, maka Kyai Goa Soka memutuskan untuk bertapa, mencari wahyu agar kehidupan rumah tangganya lebih baik. Singkat cerita, niat bertapa itu dilaksanakan. Setelah beberapa bulan Kyai Goa Soka meninggalkan rumah untuk bertapa, selama itu pula keluarganya tak pernah sekali pun mendengar kabar beritanya. Hal ini membuat anak-isterinya merasa cemas. Tiap hari Guru Soka dan Andan Sari selalu menangis dan mengajak ibunya segera mencari ayahnya. Nyai Goa Soka akhirnya tidak tahan dan mengajak mereka untuk mencari Kyai Goa Soka tanpa arah yang pasti. Setelah beberapa hari berjalan, akhirnya mereka berhasil menemukan tempat pertapaan Kyai Goa Soka yang terletak di Sendang Sureng. Beberapa hari kemudian, setelah pertemuan itu dirasa cukup, maka Nyai Goa Soka bersama kedua anaknya lalu kembali ke Jepitu lagi, sedang Kyai Goa Soka tetap meneruskan tapanya. Lebih dari satu tahun, Kyai Goa Soka belum juga kembali. Akhirnya Nyai Goa Soka bersama kedua anaknya lalu menyusul lagi ke Sendang Sureng untuk melihat keadaan suaminya. Sampai di Sendang Sureng mereka tidak menemukan Kyai Goa Soka. Dalam kebingungan, tiba-tiba mereka mendengar suara Kyai Goa Soka, tetapi tidak melihat wujudnya. Kata Kyai Goa Soka kepada mereka, sudahlah jangan cemas. Mulai hari ini tetaplah di tempat ini dan akan dicarikan sandang pangan untuk kedua anak dan istrinya, Nyai Goa Soka. Setelah suara itu menghilang, Nyai Goa Soka dan kedua anaknya tiba-tiba melihat ujud Kyai Goa Soka. Selanjutnya, mereka berempat menghilang ke suatu tempat. Sejak itu penduduk Desa Jepitu tidak dapat lagi melihat ujud keluarga Kyai Goa Soka. Mereka menganggap bahwa Kyai Goa Soka sekeluarga telah menjadi gaib (kajiman). Pada suatu hari Kyai Goa Soka menyuruh kedua anaknya agar mereka menjelajahi serta menghitung semua sendang yang ada di daerah Gunung Kidul. Jika telah diketahui jumlahnya, keduanya harus tinggal di sendang pada hitungan terakhir dan satu hitungan sebelum sendang terakhir. Guru Soka dan Andan Sari lalu berangkat melaksanakan perintah ayahnya untuk menghitung jumlah seluruh sendang di Gunung Kidul. Setelah semua sendang yang ada selesai dikunjungi, maka diketahuilah bahwa jumlahnya ada 31. Pada waktu itu untuk menyebut angka 31 dipakai istilah beji yang berasal dari kata behji. Sendang itu oleh Guru Soka kemudian dinamakan Sendang Beji. Di Sendang Beji inilah Guru Soka akan menetap untuk selamanya, seperti yang diperintahkan oleh ayahnya. Setelah berada di sedang terakhir (Sendang Beji), Andan Sari mengatakan bahwa ia akan mulih (pulang) ke sendang yang telah diperuntukkan baginya, yaitu sendang yang berada satu hitungan sebelum sendang terakhir. Dari perkataan mulih itu, sendang tempat Andan Sari menetap kemudian dinamakan Sendang Mole, yang letaknya berdekatan dengan Sendang Beji. Demikianlah asal mula kedua sendang itu dinamakan Sendang Beji dan Sendang Mole. Setelah beberapa lama, maka Kyai dan Nyai Goa Soka bermaksud mencari kedua anaknya. Kedua suami-isteri itu pun segera mencari anak-anaknya dan akhirnya mereka menemukan Guru Soka di Sendang Beji dan dan Andan Sari di Sendang Mole. Melihat sendang yang ditempati kedua anaknya itu, Kyai dan Nyai Goa Soka merasa cocok dan puas. Kyai Goa Soka lalu mengatakan kepada kedua anaknya bahwa kelak kedua sendang yang adihuni tersebut akan banyak dikunjungi orang. Di antara orang yang datang akan ada yang memohon pertolongan dan ada pula yang dengan bertindak sembrono dengan tidak mematuhi aturan-aturan yang berlaku di tempat ini. Dari mereka inilah kalian akan memperoleh sandang dan pangan dengan cara berbuat jail atau mengganggu orang-orang yang sembrono ini hingga mereka akan mengadakan ruwatan (selamatan). Ketika ada orang yang merasa permohonannya dikabulkan mereka juga akan mengadakan syukuran. Dari situlah kedua anak Kyai Ga Soka akan memperoleh sandang serta pangan. Bertahun-tahun kemudian, setelah wilayah Gunungkidul menjadi ramai, Sendang Mole dan Sendang Beji pun banyak dikunjungi orang. Sendang Mole dan Sendang Beji memiliki mata air yang sangat besar. Karena besarnya mata air di sana maka dikhawatirkan pada saat musim hujan akan menimbulkan banjir. Untuk menjinakkan agar airnya jangan sampai meluap diperlukan seorang pawang. Oleh pawang tersebut disarankan agar mata air tersebut disumbat dengan ijuk. Ternyata setelah disumbat, air itu tetap melimpah. Karena tidak berhasil menyumbat mata air di kedua sendang itu, maka penduduk yang berada di sekitarnya menjadi resah. Melihat keresahan penduduk tersebut, Kyai Guru Soka kemudian memberi wangsit kepada salah seorang penduduk untuk menyediakan sesaji berupa gamelan komplit dengan wayangnya, agar sendang tidak terlampau melimpah airnya. Penduduk lalu bergotong-royong untuk menyediakan sesaji berupa gamelan komplit dilengkapi dengan wayangnya. Konon, seketika itu juga gamelan dan wayang menghilang. Sebenarnya gamelan dan wayang itu tidak hilang, tetapi hanya tidak dapat terlihat oleh pandangan mata biasa. Pada suatu malam ada salah seorang penduduk yang menerima wangsit yang mengatakan bahwa apabila ada orang yang membutuhkan gamelan serta wayang maka Kyai Guru Soka dan Nyai Andan Sari bersedia meminjamkan, asalkan setelah selesai segera dikembalikan. Sejak saat itu banyak penduduk yang akan punya hajad selalu meminjam gamelan dan wayang ke sana. Namun sayang sekali, pada suatu ada seorang penduduk yang berbuat khilaf, dengan tidak mengembalikan salah satu perangkat gamelan yaitu kempul. Mulai saat itu penduduk sudah tidak dapat lagi meminjam gamelan, di samping itu suara yang sering terdengar menghilang sama sekali.

Gambar/ Video
GAMBAR

Tidak ada gambar.


VIDEO

Tidak ada video.

Keterangan Tambahan

-

Tahun Data : 2019
Terakhir Update : 11 Januari 2016 - 11:43:29