Gunung Bagus
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Gunungkidul
Paliyan
Giring
-
Dusun Sukadana Jalan
Sultan Agung, Rangga Blimbing, Jaya Ketok, Rara Pembayun, Jaka Bagus, Jaka Trenggana, Ki Ageng Wonoboyo Giring.
Pada masa Mataram diperintah oleh Sultan Agung, Mataram terbagi atas beberapa daerah. Masing-masing daerah itu dipimpin oleh seorang “rangga” atau penguasa daerah. Salah satu di antara daerah itu ialah daerah Blimbing, dan pemimpinnya disebut Rangga Blimbing. Sudah menjadi tradisi di negeri Mataram bahwa pada saat-saat tertentu secara rutin mengadakan “pisowanan pasok bulu bekti”, yaitu persembahan semacam upeti kepada raja sebagai tanda takluk. Pada kesempatan ini semua rangga yang ada di wilayah Mataram harus hadir. Jika berhalangan, harus memberi kabar. Apabila ada yang tidak hadir tanpa memberi kabar sama sekali, maka pihak keraton lalu mengirim utusan untuk menyelidiki, karena dikhawatirkan kalau rangga tersebut mulai membangkang, atau memberontak. Rangga Blimbing adalah seorang rangga yang setia terhadap Sultan Agung. Ia tidak pernah absen mendatangi pisowanan. Bahkan tidak jarang ia membawa anak laki-lakinya yang bernama Jaya Ketok ke pisowanan. Jaya Ketok adalah seorang pemuda yang berperawakan gagah dan berwajah tampan, cerdas, serta tingkah lakunya menarik. Setiap kali ikut ayahnya menghadiri pisowanan, Jaya Ketok selalu bertemu dengan Rara Pembayun, salah seorang puteri Sultan Agung. Puteri ini parasnya sangat cantik. Karena sering bertemu, maka antara Jaya Ketok dengan Rara Pembayun lalu merasa saling tertarik yang selanjutnya berkembang menjadi saling satuh cinta. Sejak saat itu Jaya Ketok secara sembunyi-sembunyi sering mengadakan pertemuan dengan Rara Pembayun. Hubungan antara kedua orang ini akhirnya diketahui oleh seorang abdi, yang kemudian menyampaikan kepada Sultan Agung. Mula-mula Sultan Agung sangat terkejut begitu mendengar kabar tersebut. Dalam hati beliau bertekad tidak akan membiarkan hubungan ini berlangsung terus. Menurut pertimbangan beliau apabila hubungan ini tidak segera diputuskan akan menjatuhkan martabatnya. Meskipun dalam hati Sultan Agung juga mengakui bahwa Jaya Ketok adalah pemuda pilihan. Sultan Agung ingin menyelesaikan persoalan ini dengan cara bijaksana. Dipanggilnya Rangga Blimbing, Jaya Ketok dan Rara Pembayun. Setelah ketiganya menghadap lalu dinasehati agar mereka menyadari kedudukan masing-masing, dan jangan sampai hubungan ini diteruskan. Kepada Rangga Blimbing, Sang Prabu berpesan agar memberi pengertian kepada anaknya. Rangga Blimbing bisa menerima nasihat Sultan Agung dengan hati lapang. Tetapi bagi Jaya Ketok dan Rara Pembayuan, nasihat Sang Prabu ini hanya pura-pura disanggupi. Secara sembunyi-sembunyi mereka tetap mengadakan pertemuan. Hal ini diketahui dan dilaporkan lagi oleh seorang abdi dalem kepada Sultan Agung. Begitu menerima laporan, Sultan Agung menjadi sangat murka. Akhirnya ia mengutus prajuritnya untuk membunuh Rangga Blimbing. Rupanya Rangga Blimbing sudah mendengar bahwa daerahnya akan diserang, sehingga sementara prajurit Mataram dalam perjalanan ke Blimbing, pihak Blimbing telah menyiapkan pasukannya. Ketika prajurit Mataram datang terjadilah peperangan, dan pihak Mataram kewalahan. Akhirnya pasukan Blimbing berhasil mendesak mundur lawannya. Sultan Agung kemudian minta bantuan kepada Belanda dan melakukan penyerbuan kedua kalinya ke daerah Blimbing. Akhirnya pasukan Blimbing terdesak. Sedang Jaya Ketok dapat ditangkap dan dibunuh di sebuah telaga yang terletak dekat Desa Blimbing. Pihak Belanda merasa telah berjasa dan menuntut Sultan Agung agar menyerahkan Rara Pembayun kepada seorang perwira Belanda untuk dijadikan isterinya. Sultan Agung bersedia memenuhi permintaan itu, asalkan Rara Pembayun mau. Ternyata Rara Pembayun tidak bersedia diambil isteri oleh perwira Belanda itu. Perwira Belanda itu sangat marah ketika mendapat kabar bahwa Rara Pembayun tidak bersedia menjadi isterinya. Ia lalu menuduh Sultan Agung telah mempengaruhi puterinya agar menolak lamarannya. Tuduhan ini membuat Sultan Agung sangat marah, karena merasa dihina sehingga beliau lalu mengambil keputusan menentang Belanda. Peperangan antara Mataram dan Belanda akhirnya terjadi dan sedikit demi sedikit prajurit Mataram mulai terdesak. Untuk menyelamatkan diri, Sultan Agung terpaksa meninggalkan keraton disertai oleh permaisuri dan beberapa orang pengawal. Pengembaraan Sultan Agung baru berhenti setelah sampai di Desa Kedunglumbu, daerah Surakarta.Di Desa Kedunglumbu tempat Sultan Agung mengungsi berdiamlah seorang gadis anak seorang janda miskin. Meskipun gadis ini hanya keturunan orang kebanyakan dan tinggalnya di desa, tetapi ia mempunyai kelebihan dari gadis-gadis desa yang lain, yaitu wajahnya sangat cantik serta tingkah lakunya sangat menarik. Ketika Sultan Agung melihat gadis itu beliau terpikat dan dijadikan salah seorang selirnya. Dari perkawinan antara Sultan Agung dengan perempuan Desa Kedunglumbu itu lahirlah seorang anak laki-laki yang tampan, dinamakan Jaka Bagus. Tidak lama setelah Jaka Bagus lahir, maka permaisuri Sultan Agung yang ikut mengungsi juga melahirkan seorang anak laki-laki, namanya Jaka Trenggana. Jaka Bagus dan Jaka Trenggana yang besarnya hampir sebaya itu dididik bersama di Desa Kedunglumbu. Keduanya dapat rukun seperti halnya dua orang bersaudara kandung. Pada suatu hari Jaka Bagus secara tiba-tiba terserang penyakit cacar. Oleh Sultan Agung ia lalu dibawa ke Desa Giring daerah Gunung Kidul, maksudnya akan dititipkan kepada Ki Ageng Wonoboyo Giring. Bersama Jaka Bagus disertakan pula seorang emban (pengasuh) dan seorang abdi laki. Waktu menyerahkan kepada Ki Ageng Wonoboyo, Sultan Agung bersabda agar Ki Ageng Wonoboyo, merawat dan mengasuh Jaka Bagus. Apabila penyakitnya tidak sembuh maka jenazah Jaka Bagus harus dikubur di sebuah puncak bukit yang tinggi. Setelah penyerahan itu selesai Sultan Agung lalu kembali lagi ke tempat pengungsiannya di Desa Kedunglumbu. Ki Ageng Wonoboyo lalu berusaha dengan berbagai cara merawat penyakit Jaka Bagus. Namun segala usaha itu tidak berhasil, akhirnya Jaka Bagus meninggal. Sesuai dengan pesan Sultan Agung, maka jenazah Jaka Bagus lalu dimakamkan di sebuah puncak bukit yang tinggi, yang tingginya melebihi puncak bukit di sekitarnya. Bukit itu terletak di sebelah selatan Desa Giring. Setelah pekerjaan memakamkan Jaka Bagus itu selesai, Ki Ageng Wonoboyo lalu menghadap Sultan Agung melaporkan, bahwa usahanya merawat Jaka Bagus tidak berhasil dan telah memakamkan jenazah Jaka bagus seperti yang diperintahkan oleh Sultan Agung. Selanjutnya bukit tempat memakamkan Jaka Bagus ini lalu dinamakan Gunung Bagus. Sedang kedua orang abdi yang menyertai Jaka Bagus dari Kedunglumbu lalu menetap di Giring. Dan setelah meninggal dimakamkan di dekat Giring pula, tetapi tempatnya dipilih yang lebih rendah dari Gunung Bagus.
Tidak ada gambar.
Tidak ada video.
-
Tahun Data | : | 2019 |
Terakhir Update | : | 11 Januari 2016 - 10:46:57 |