Kanjeng Ratu Darawati
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Yogyakarta
Kraton
Kadipaten
-
Dusun Jalan
Prabu Brawijaya V, Putri Tan Gong Gwat, Kanjeng Ratu Mayangsari, Kanjeng Ratu Darawati, Arya Damar, Bondhan Surati, Wanatara, Wanabaya, Raden Patah, Sunan Kalijaga,
Prabu Brawijaya V mempunyai seorang permaisuri dan dua orang selir. Permaisuri Sang Prabu adalah Putri dari Cina, bernama Putri Tan Gong Gwat, sedang selir-selirnya yang seorang bernama Kanjeng Ratu Mayangsari, dan yang seorang lagi bernama Kanjeng Ratu Darawati. Dari Kanjeng Ratu Mayangsari lahirlah seorang putra, dinamakan Arya Damar, sedang dari Kanjeng Ratu Darawati lahirlah tiga orang putra, namanya masing-masing ialah Bondhan Surati, Wanatara, dan Wanabaya. Selir baginda yang bernama Kanjeng Ratu Darawati berkeinginan agar anak kandungnya kelak dapat menggantikan ayahnya menduduki tahta kerajaan Majapahit. Dia menyadari, bahwa kedudukannya sebagai selir, mustahil anaknya berhak atas tahta kerajaan, kecuali bila permaisuri tidak berputra. Ambisi Kanjeng Ratu Darawati agar anak kandungnya dapat menduduki tahta kerajaan sangat besar dan menempuh jalan apapun untuk mencapai tujuannya. Kanjeng Ratu Darawati lalu menemui seorang dukun sakti dan minta guna-guna yang ampuh agar cinta Sang Prabu Brawijaya kepada permaisurinya makin luntur dan cintanya kepada Kanjeng Ratu Darawati makin mendalam. Akibat daya pikat Kanjeng Ratu Darawati, Sang Prabu pun menyanggupi keinginan Ratu darawati untuk menyingkirkan permaisuri dari kraton Majapahit. Dari selirnya yang bernama Kanjeng Ratu Mayangsari, Sang Prabu Brawijaya memiliki putra, yang dinamakannya Arya Damar. Oleh baginda raja, Arya Damar itu dinilai memiliki kewibawaan dan kemampuan sebagai pemimpin. Maka dari itu, setelah Arya Damar dewasa, Sang Prabu Brawijaya mengangkatnya menjadi Adipati, dan diberi tugas menguasai wilayah Tanah Palembang. Ketika Sang Prabu Brawijaya merencanakan akan menyingkirkkan Sang Permaisuri, kebetulan permaisuri baginda itu sedang mengandung. Mengetahui keadaan Sang Permaisuri sedang mengandung maka tak sampai hatilah baginda raja akan membunuhnya. Untuk memenuhi permohonan Kanjeng Ratu Darawati, maka Sang prabu Brawijaya lalu memanggil Arya Damar, yang kini telah menjadi Adipati di Tanah Palembang. Kepada Sang Arya Damar, Sang Prabu Brawijaya menyerahkan Sang Permaisuri sebagai "triman". Sang Arya Damar mematuhi perintah Sang Prabu Brawijaya. Sejak saat itu, Sang Putri Cina, yaitu putri Tan Gong Gwat, yang semula menjadi permaisuri Sang Prabu Brawijaya lalu menjadi-isteri Arya Damar, Adipati Tanah Palembang. Setelah tersingkirnya sang Permaisuri dari Kraton Majapahit, puaslah hati Kanjeng Ratu Darawati. Kini dia merasa bahwa dialah yang berkuasa atas istana. Setelah sampai saatnya, Sang Putri Cina di Palembang lalu melahirkan seorang anak laki-laki yang sehat dan tampan, dinamakannya Raden Patah. Sesuai dengan pesan Sang Prabu Brawijaya, Adipati Arya Damar mendidik Raden Patah baik-baik. Sejak kecil anak itu dijejali berbagai macam ilmu. Setelah menginjak dewasa Raden Patah lalu disuruhnya memperdalam pengetahuannya dalam bidang agama. Raden Patah lalu disuruh berguru kepada para wali, terutama Kanjeng Sunan Kalijaga. Raden Patah adalah seorang pemuda yang tekun belajar dan cerdas. Segala ilmu yang diterangkan kepadanya dapat dikuasainya dengan mendalam. Sesudah merasa memiliki bekal ilmu yang cukup, dengan restu Kanjeng Sunan Kalijaga, Raden Patah lalu mendirikan kerajaan Islam di Demak. Kerajaan Demak mampu menandingi kekuatan majapahit dan melakukan ekspansi ke Ibukota Majapahit. Sang Prabu Brawijaya beserta segenap keluarga dan para pejabat istana Majapahit terpaksa meninggalkan kraton, lari cerai-berai ke segala penjuru, untuk mengungsikan diri. Rencana Kanjeng Ratu Darawati menjunjung anaknya ke tahta kerajaan, ternyata buyar, cita-citanya tak tercapai. Bahkan dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit, Kanjeng Ratu Darawati terpaksa harus mengalami hidup sengsara, mengungsi kesana-kemari sebagai pelarian. Setelah lari dari Kerajaan Majapahit, nasib Kanjeng Ratu Darawati tidak menentu. Mungkin karena tidak kuat menahan kesengsaraan hidup yang diderita selama dalam pelarian, akhirnya Kanjeng Ratu Darawati meninggal dunia. Anak-anaknya, yang didambakan dapat mengenyam kemuliaan hidupnya di hari depan,ternyata akhirnya mengalami nasib sial seperti ibunya. Setelah lolos dari Kraton Majapahit, Bondan Surati, Wanatara dan Wanabaya, terus lari mencari selamat, menyusuri pantai selatan Pulau Jawa, terus ke arah barat, sampai di Parangracuk, di Pantai Baron, sekarang terletak di sebelah selatan Kota Wonosari. Dari Baron, mereka bertiga lalu lari ke arah utara. Sampai di suatu tempat mereka bermukim. Tempat mereka bermukim itu akhirnya menjadi suatu desa, bernama "Loran" atau "Ngloran". Karena di tempat itu mereka merasa masih terancam, lalu mereka lari lagi ke arah utara. Sampai di suatu tempat mereka menetap lagi. Tetapi selama menetap di tempat itu, mereka senantiasa merasa "singkel". Selanjutnya ternpat itu akhinrya tumbuh menjadi desa, dengan nama Desa Singkel, terletak di sebelah utara Desa Loran atau Ngloran, wilayah Wonosari. Karena tempat itu dirasa belum aman, mereka bertiga lalu berlari lagi ke arah utara. Belum lama berjalan, hati mereka serasa di "enges-enges." Tempat itu lalu mereka namakan Penges. Mulai saat itu mereka bertiga lalu bercerai-berai, mencari hidup sendiri- sendiri, tidak mengelompok. Bondan Surati kembali lagi ke arah selatan. Sesampai di pesisir selatan lalu menuju ke arah barat. Sesampai di Gebang Sawar, Bondan Surati meninggal. Wanatara meneruskan perjalanan ke arah utara, sampai di Gunung Asri. Ki Wanatara lalu menetap di suatu tempat yang kemudian dikenal dengan nama Desa Giring. Akhirnya Ki Wanatara dikenal sebagai Ki Ageng Giring. Wanabaya juga kembali ke selatan dan menyusuri pantai selatan menuju ke arah barat, sesampai di Guwa Langse. Di gua itu Ki Wanabaya bertapa, mendambakan perbaikan nasib, ingin suatu saat kelak menjadi raja. Di dalam tapanya itu, Ki Wanabaya mendapat "wisik", yang menasehatkan sebagai berikut : "Hai, Wanabaya. Kelak kau akan memiliki senjata pusaka yang ampuh. Dengan memiliki senjata itu, kau kelak akan menjadi orang yang disegani karena digdaya. Dengan memiliki senjata ampuh itu, meskipun kau tidak menjadi raja, tetapi memiliki kewibawaan dan disegani seperti raja. Setelah mendapat wisik seperti itu, Ki Wanabaya lalu meneruskan perjalanan, akhirnya menetap di Mangir, bergelar Kyai Ageng Mangir. Anak Kyai Ageng Mangir ini juga bergelar Kyai Ageng; dialah yang diceritakan memberontak kepada Raja Mataram. Oleh Raja, dia dibunuh, kepalanya dibenturkan pada batu di Pleret.
Tidak ada gambar.
Tidak ada video.
-
Tahun Data | : | 2019 |
Terakhir Update | : | 11 Januari 2016 - 10:27:03 |