Kabupaten | : | Kulonprogo |
Kecamatan | : | Samigaluh |
Kelurahan | : | Purwoharjo |
Dukuh merupakan salah satu pedukuhan yang terletak di Desa Purwoharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo. Pada masa perang kemerdekaan tahun 1940-an, peran Dukuh selain bagian dari wilayah perjuangan Tentara Republik Indonesia (TRI) di Yogyakarta, juga bagian dari sejarah eksistensi persandian nasional dalam mengawali perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.
Sejarah persandian di Dukuh dimulai sesaat setelah terjadinya serangan militer Belanda ke Yogyakarta, dini hari pada tanggal 19 Desember 1948, yang terkenal dengan Agresi Militer Belanda II. Agresi Militer Belanda tersebut membuat situasi pemerintahan Yogyakarta menjadi tidak stabil, termasuk kegiatan hubungan Code (Komunikasi Sandi) yang waktu itu berkantor di Batanawarsa 32 (Sekarang I Dewa Nyoman Oka) Yogyakarta.
Sebagian dari mereka ada yang masih bertahan untuk berkomunikasi di Yogyakarta, sebagian lainnya hijrah ke tempat yang lebih aman, ada juga yang membakar dokumen-dokumen penting dan rahasia agar jangan ditemukan musuh (Belanda). Upaya untuk membumihanguskan kantor tidak bisa diteruskan karena tentara Belanda sudah menembaki pegawai kantor dari jembatan Gondolayu.
Beberapa dari mereka yang bertahan di Yogyakarta bergabung dengan salah satu kesatuan yang mempunyai hubungan Code atau yang mempunyai pemancar radio, ini dimaksudkan agar mereka masih bisa melakukan komunikasi atau hubungan Code dengan rekan yang lain. Salah satunya adalah lokasi yang ditempati adalah di daerah Dekso, sebuah pedukuhan di Desa Banjararum Kecamatan Samigaluh, tepi barat Sungai Progo di kaki perbukitan Menoreh. Di dekat Pedukuhan Dekso ini pula terdapat Markas Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP), yang berkedudukan di Desa Banaran (sekitar 5 Km dari Dekso). Sebagian dari mereka ini ada yang meneruskan perjalanan ke Jawa Barat, termasuk dr. Roebino Kertopati dan sebagian lain tetap bertahan di Yogyakarta.
Beberapa dari personil bagian Code yang bertahan di Yogyakarta bergabung dengan KSAP di Banaran. Sebagian mereka (Letnan II Soemarkidjo dan Letnan Muda Soedijiatmo) yang di KSAP membentuk bagian Code di Dekso, yang diperbantukan pada PHB (Perhubungan) Angkatan Perang. Bagian Code ini kemudian pindah lokasi ke Dukuh. Saat itu, Letnan Soemarkidjo diberikan amanat sebagai kepala kamar Code dan tugas tambahan dalam rangka pengamanan terhadap KSAP. Tamu tamu KSAP harus mendaftar dulu di Check Point II di Dukuh (Letnan Soemarkidjo). Selama di Dekso tersebut dilakukan komunikasi Code antara personil/ kesatuan Angkatan Perang, termasuk hubungan ke pemerintah (PDRI) di Sumatera, Jawa Tengah dan Playen.
Hubungan Komunikasi Code tersebut berjalan sampai kembalinya Yogyakarta ke pangkuan Republik Indonesia, paska persetujuan Konferensi Meja Bundar. Beberapa dari mereka yang bertugas di bagian Code di sekitar Yogyakarta pun segera masuk ke kota Yogyakarta, termasuk personil-personil bagian Code di bawah pimpinan Letnan I Soemarkidjo. Setelah kondisi Yogyakarta kembali stabil, bagian Code kemudian pindah kembali ke Yogyakarta menjadi bagian Code MBKD (Markas Besar Komando Djaja).
Seiring perkembangannya, bagian Code tersebut menjadi Dinas Code Angkatan Perang dan kemudian berubah lagi menjadi Djawatan Sandi Angkatan Perang RI. Pada waktu itu, lokasi Djawatan Sandi berada di sebuah Paviliun Kantor Menteri Soepeno, jalan Mahameru 1 Yogyakarta. Paska persejuan KMB, berangsur angsur kegiatan pemerintahan di Yogyakarta berpindah ke Jakarta. Termasuk Djawatan Sandi. Djawatan Sandi inilah yang dalam perkembangannya berubah menjadi Lembaga Sandi Negara yang tetap eksis sampai sekarang ini.
Rujukan :
Tim Museum Sandi, Lembaga Sandi Negara, “Buku Sejarah Persandian Republik Indonesia”, Paguyuban mantan Sandiman, 1991.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kulon Progo, Mutiara-Mutiara Perjuangan Bukit Menoreh : sebuah studi pendahuluan tentang sejarah perjuangan bangsa daerah Kulon Progo, 2008
Tahun Data | : | 2019 |
Terakhir Update | : | 05 Desember 2019 - 12:38:03 |