Brayut pada masa perang kemerdekaan memiliki kelompok pemuda yang aktif melakukan perlawanan terhadap Belanda. Pemuda Brayut dipimpin oleh Suparjo Suryo. Kelompok pemuda Brayut kemudian bergabung dengan kelompok pemuda Beran (dipimpin oleh Bakir dan Sriyono) yang telah lebih dahulu terbentuk. Kelompok itu kemudian dinamakan Persayuan Beran ? Brayut yang diketuai oleh Suparjo Suryo. Persatuan Beran - Brayut menjalin kerja sama yang baik dengan kesatuan tentara yang bertugas di daerah Sleman Tengah, yaitu kesatuan Tentara Pelajar. Tanggal 5-6 Mei 1949 Persatuan Beran ? Brayut sedang bermalam di Brayut dan mereka dikejutkan oleh penduduk Brayut yang lari dari arah utara ke selatan, hal itu karena Belanda mengejar para lelaki di Brayut. Belanda melepaskan tembakan kepada setiap lelaki yang ditemuinya. Sehingga penduduk Brayut berusaha menyelamatkan diri. Sriyono yang saat itu diserahi tugas berusaha menyelamatkan penduduk. Tembakan perlindungan diberikan agar para penduduk dapat berlari menyelamatkan diri. Penduduk banyak yang berlari ke arah Nyamplung, Banteran, Tanjung dan Panasan, dan ternyata setelah setelah keadaan tenang, korban yang paling banyak adalah yang berada di Brayut, Nyamplung, Banteran, Tanjung dan Panasan. Penduduk yang bersembunyi di gua yang berada di sebelah selatan Brayut semuanya selamat. Korban jiwa dalam peristiwa tersebut sebanyak 63 orang, dari 63 orang korban tersebut empat orang adalah anggota Persatuan Beran ? Brayut (Sardjiman, R. Sudiyono, R. Suprapto, dan Suprapto). Penduduk Brayut lainnya yang menjadi korban adalah Haryono, Kromo, Jono, Kusen, Cokrowiharjo, Darmosuprapto, Surodikromo, Dalijo, Wongsopaijo, Pawirodimejo. Korban lainnya adalah para pengungsi dan juga sanak keluarga yang saat itu berada di Brayut, dan daerah sekitar. Tanggal 6 Mei 1949 menjadi hari yang kelabu bagi Brayut dan sekitarnya akibat keganasan tentara Belanda.